Rizal Angkotasan
Sabtu, 09 September 2017
KEMUNDURAN SEBUAH NEGARA KARENA KEMUNDURAN PENDIDIKANNYA
Rizal Al-Fays Angkotasan
"Ceritakan padaku, kondisi pendidikan di Negaramu maka, akan aku jelaskan tingkat kemakmuran masyarakat di Negaramu, Hukum di Negaramu, Politik di Negaramu, dan Perekonomian di Negaramu, Tanpa harus mendatangi negaramu terlebih dahlu"
Sebelum kita membahas mengenai pendidikan mari sejenak kita melihat Negara kita yang sama-sama kita cintai, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita adalah negara yang besar, kaya dengan sumber daya alam, nikel, batu bara, minyak, besi, gamping, emas, gas, uranium semunya ada. Tanah kita begitu subur bahkan tongkat ditanam bisa tumbuh menjadi pohon, laut kita terdapat jutaan jenis ikan, apa yang kurang di negara kita, semuanya ada. Tetapi yang membuat kita tidak pernah maju, karena kualitas pendidikan kita juga tidak pernah baik.
Mari sejenak kita pelajari tentang sejarah Indonesia sedikit. Pada masa kekuasaan Imprelisme Eropa di Nusantara, banyak sekali perlawanan masyarakat diberbagai wilayah di Nusantara untuk melawan bangsa Eropa, pada tahun 1570-1575 bangsa Eropa dalam hal ini Portugis telah dikepung selama 5 Tahun oleh Sultan Babbullah di Ternate sehingga Portugis terdesak dan keluar meninggalkan Ternate. Setelah itu bangsa Eropa lainnya silih berganti Spanyol, Inggris dan Belanda melakukan berbagai penjajahan. Namun bangsa Indonesia yang begitu besar tidak mampu mengusir orang Belanda pada saat itu. Apa yang membuat Belanda begitu kuat ..? Yang membuat Belanda begitu kuat adalah kepintaran mereka dalam memecah belah kekuatan kita. Mereka mampu menciptakan perang hanya dengan mengadu domba masyarakat antara satu wilayah, dengan wilayah lainnya dengan politik devide et impera. Banyak sekali perlawanan yang dilakukan untuk melawan Belanda tetapi, tidak berhasil mengusir Belanda pada saat itu. Namun salah satu kesalahan terbesar Belanda adalah memberikan pendidikan kepada bangsa Indonesia pada saat itu. Secara resmi pendidikan dibuka oleh pemerintah Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) pada tahun 1901. Pada tahun 1901 ketika Ratu Welhilmina menyampaikan pidato kenegaraannya yang berbunyi :
“Negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran pada penduduk Hindia Belanda”.
Demikian pidato tersebut menandai awal kebijakan memakmurkan Hindia Belanda yang dikenal sebagai Politik Etis atau Politik Balas Budi. Politik Etis di Hindia Belanda ketika itu, setidaknya diwarnai oleh sosok-sosok mereka, baik sebagai inisiator, fasilitator, eksekutor maupun kritikus dari kebijaksanaan tersebut. Nah berikut ini tokoh-tokoh Belanda yang mewarnai Politik Etis diantaranya yaitu:
Eduard Douwes Dekker “1820-1887”
Pieter Brooshooft “1845-1921”
Conrad Theodore van Deventer “1857-1915”
Jacques Henrij Abendanon “1852-1925”
Dr. Douwes Dekker “1879-1950”.
Melalui trias political Sehingga masyarakat Indonesia mulai mengenal pendidikan dan dapat melakukan perlawanan secara diplomasi. Kebangkitan masyarakat Indonesia pada saat itu tidak terlepas dari adanya pendidikan.
Saat ini pendidikan di negara kita kurang diperhatikan secara serius dimulai dari tingkat pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Maluku misalnya secara sistematis pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak memperhatian masalah pendidikan, sehingga Provinsi Maluku merupakan salah satu Provinsi termiskin di Indonesia. Jika kita lihat melalui catatan sejarah Provinsi Maluku merupakan Provinsi tertua yang dibentuk pada tahun 1945 tepatnya bulan Agustus tanggal 18. Sehari setelah Indonesia merdeka. Usianya sama dengan usia negara ini. Penyebabnya karena masyarakat Maluku masih banyak yang tidak berpendidikan. Lebih parah lagi pemerintah Provinsi Maluku tidak memperhatikan generasi mudanya sehingga Maluku masih minim sumber daya manusianya. Kualitas pendidikan di Maluku tidak bermutu, hal ini dikarenakan berbagai faktor misalnya : Kualitas Guru, dan gaji guru. Kualitas guru di Maluku tidak berkualitas dibuktikan dengan Uji Kompetensi Guru di Indonesia yang dilaksanakan di Bali pada tahun 2016 Maluku berada di urutan 32 dari 34 Provinsi di Indonesia. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru yang mengajar di sekolah bukan berasal dari latar belakang pendidikan guru sehingga faktor ini memiliki pengaruh terhadap pendidikan di Maluku. Gaji guru yang kecil sehingga guru tidak fokus untuk belajar, setelah pulang sekolah guru kebayakan bekerja sebagai tukang ojek, penjual gorengan dan kerja sampingan lainnya untuk mecukupi kebutuhan keluarga. Guru honor dibayar 300 ribu perbulan dan itu diambil 3 bulan sekali. Sedangkan guru honorer dibayar 1,15.000 perbulan. Berapa gaji guru PNS...? Guru PNS Gajinya dibayar tergantung tinggi rendahnya golongannya.
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan salah satu indikator dari banyaknya indikator yang menjadi landasan kemunduran pendidikan di Maluku. Pemerintah Maluku tidak memiliki upaya tertentu dalam memperbaikai kualitas pengajar. Coba Pemerintah menggaji guru debgan bayaran yang mahal, disediakan segala fasilitas. Setelah itu diberikan tugas dengan target tertentu, jika guru mengajar tidak baik dan target yang ditentukan tidak terpenuhi maka guru-guru tersebut harus diberhentikan. Sehingga kualitas guru dan mutu pendidikan biasa baik. Dengan begitu Maluku akan melahirkan berbagai ilmuan dan perkembangan yang begitu maju dalam 20 tahun ke depan.
Mari kita menengkok dan coba kita bandingkan negara tetangga kita Singapura dengan negara Indonesia. Di Singapura miskin SDA tapi pendapatan per kapitanya 13X lipat dari Indonesia.
Singapura sama sekali tidak memiliki sumber daya alam (SDA) namun negara tersebut memiliki industri berbasis SDA sehingga membuat negara tersebut maju dan rata-rata pendapatan per kapita warganya mencapai US$ 48. 595 per orang per tahun. Sementara Indonesia, yang merupakan negara kaya SDA, rata-rata pendapatan per kapita warganya hanya US$ 3.452 per orang per tahun. Artinya pendapatan perkapita Singapura kurang lebih 13 kali lipat dari rata-rata pendapatan per kapita Indonesia. "Ya walaupun Singapura tidak punya SDA sama sekali baik itu batubara, nikel, tembaga, dan lainnya, tapi Singapura punya industri yang berbasis SDA dan maju semua," penjelasan ini diungkap oleh Sesditjen Mineral dan Batubara (Minerba) Harya Adityawarman di acara Coffee Morning Talk, di Hotel Dharmawangsa, Jumat (3/5/2013).
Menurut Harya, Singapura mendapatkan pasokan bahan baku SDA semuanya dari impor. Pasokan bahan baku tersebut pemerintah Singapura benar-benar membangun segala infrastruktur untuk memajukan industri olahan sehingga menghasilkan nilai tambah. "Dampaknya tentu ekonomi negara tersebut maju, bahkan dibandingkan negara di Asia yang impor SDA, GDP Singapura mencapai US$ 48.595 per kapita," ungkapnya. Selain Singapura, negara-negara lain di Asia yang mengandalkan impor SDA dari negara lain dan mempunyai industri berbasis SDA yang maju dan meningkatkan GDP masyarakatnya, antara lain: Korea Selatan, GDP US$ 23,639 per kapita.
Apa yang membuat negara ini maju...???
Tentunya maju sebuah negara tidak bisa dilepas pisahkan dari kualitas pendidikannya :
Negara dengan Kualitas pendidikan yang terbaik saat ini berdasarkan survei dari The Social Progess Imperative. Menempatkan
1. Negara Korea Selatan berada diurutan pertama dengan kualitas pendidikan yang terbaik di dunia. Penyebabnya karena anggaran untuk pendidikan sebesar 11 Miliar Dolar atau setara dengan 150 Triliun Rupiah. Berapa anggaran untuk pendidikan kita ...?. Anggaran pendidikan kita sebesar 416.1 Miliar atau sebesar 20% dari APBN kita.
Negara dengan Pendidikan terbaik berikutnya adalah :
2. Negara Singapura sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Singapura tidak memiliki Sumber Daya Alam seperti Indonesia namun pendapatan perkapita masyarakatnya 13 x lipat dari pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Lalu apa yang membuat negara ini begitu maju...? Dengan tingkat pendidikan terbaik kedua di Dunia..??. Faktor yang mempengaruhi pendidikan adalah kualitas guru dan gaji guru. Berapa gaji guru di Singapura..?. Di negara Singapura guru di Gaji 512.000.000 juta pertahun atau sebulan, guru mendapatkan gaji lebih dari 42 juta rupiah setiap bualan.
Negara Dengan pendidikan terbaik berikutnya adalah :
3. Negara Finlandia, merupakan salah satu negara dengan kualitas terbaik ketiga di dunia. Bahkan beberapa survei menempatkan Finlandia sebagai negara dengan pendidikan terbaik no satu di dunia. faktor penyebabnya kenapa negara Finlandia merupakan salah satu negara dengan tingkat pendidikan terbaik di Dunia..?. Anda tentunya kaget kalau di Finlandia siswa hanya bersekolah selama 4-5 jam tidak ada yang namanya ujian nasional. Negara mengembalikan tanggung jawab pendidikan kepada guru. Di Finlandia Guru mendapatkan segala fasilitas dari pemerintah seperti rumah, mobil, dan berbagai kebutuhan lainnya namun di Finlandia yang harus mengajar atau menjadi guru adalah lulusan S2/ magister. Dan lulusan S2 yang bisa mengajar adalah lulusan terbaik dari 10 Universitas terbaik di Finlandia atau Universitas terbaik di Dunia dengan kelulusan masuk dalam 10 besar lulusan terbaik yang berada di setiap kampus terbaik di Finlandia. Kalau di Indonesia yang lulus SMA bisa honor di SMP dan lulusan SMP bisa honor di SD. Ini potret pendidikan di Maluku dan di Indonesia pada umumnya. Di Finlandia guru yang mengajar diberikan segala fasilitas oleh negara. Pemerintah di negara tersebut menyadari bahwa kesejateraan guru merupakan salah satu langkah dalam kemajuan pendidikan yang akan beradampak pada kemajuan negara tersebut. Sedangkan di Indonesia atau di Maluku guru yang telah honor puluhan tahun gajinya tetap 300 ribu dan paling besar 750 ribu itu untuk honor. Selama puluhan tahun guru-guru mengajar banyak dari mereka tidak diangkat menjadi PNS. Jangankan PNS guru honor yang akan menjadi Honorer saja sagat susah. Hal ini dapat menciptakan kemiskinan pada kaum terpelajar. bahkan kondisi guru-guru di Maluku rata-rata belum memiliki tempat tinggal. Sebagian tempat tinggal mereka adalah warisan orang tua. Ini kenyataan yang saya lihat secara langsung terkait dengan kondisi pendidikan di Maluku.
Pergerakan dari ormas di Maluku yang bergerak dibidang pendidikan belum dirasakan bahkan belum memiliki kontribusi terhadap pendidikan di Maluku. Masyarakat Maluku lebih memilih untuk hidup secara individualisme tanpa melihat kondisi masyarakat Maluku secara kolektif. Jika kita bisa merubah pendidikan di Maluku menjadi lebih baik, maka Maluku akan maju lebih dari provinsi lainnya. Di Indonesia bahkan bisa menjadi salah satu provinsi dengan kualitas pendidikan terbaik di Dunia. Namun sekali lagi saya tegaskan bahwa masyarakat Maluku belum menyadari tentang pentingnya pendidikan. Oleh karena itu mari kita tanamkan pemahaman tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat.
Sejarah mengingatkanku pada sebuah kisah nyata dimana nabi Muhammad SAW. Menerimah wahyu pertama di sebuah gua di Mekkah yang dikenal dengan nama Gua Hira. Pada saat itu wahyu yang disampaikan berkaitan dengan Pendidikan, kata perintah yang pertama yaitu Iqra yang artinya bacalah. Dalam suarat Al-Alaq tersebut kata perintah untuk membaca diulangi sebanyak dua kali. yaitu pada ayat pertama dan ayat ketiga.
Dalam sebuah hadist Rasul menyampaikan kepada kita : Ut'lubul ilma minal mahdi ilal ahdi. Artinya : tuntutlah ilmu dari buain hingga meninggal dunia. Konsep tersebut menjadi aktual setelah Paul Lengrand menulis sebuah buku yang berjudul : An Introduction to Lifelong Education, pada tahun 1970. Dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh UNESCO. Sebagai asas pendidikan seumur hidup.
Ambon, 10 November, 2017.
Penulis : Rizal Al-Fays Angkotasan, S.Pd.
Alumni : Universitas Pattimura Ambon
Fakultas : KIP
Jurusan : Pendidikan Sejarah.
Rabu, 06 September 2017
Ulang Tahun Kota Ambon Yang Kehilangan Jejak Sejarahnya.
Hampir setiap tahun pemerintah Kota Ambon merayakan Hari Lahir Kota Ambon yang diperingati setiap tanggal 7 September jika kita mempelajari tahunnya ditetapkannya tahun 1575 sebagai tahun lahir kota Ambon. Ketika anda pelajari lebih lanjut pada tanggal 7 September 1575 tidak ada peristiwa sejarah yang berkaitan dengan hari lahir kota Ambon. Hal ini perlu diluruskan sehingga kita tidak hidup dalam kebohongan sejarah yang salah terus-menerus. Menurut Joseph Goebbelz " Kebohongan jika diucapkan sekali maka kebohongan itu akan menjadi kebohongan, jika kebohongan diucapkan terus menerus, kebohongan itu akan dianggap sebagai kebenaran. Pernyataan Joseph di atas tersebut sedang dipraktekan oleh pemerintah kota Ambon saat ini kepada masyarakat kota Ambon. Dimana setiap tahunnya mereka memperingati hari lahir kota Ambon secara terus-menerus pada tanggal 7 September. Saat ini tahun 2017 hari jadi kota Ambon tepat berusia 442 Tahun. Yang dihitung mulai pada tahun 1575. Apakah semua itu benar dan sesuai dengan sejarahnya..?. Pada tahun 1575 ditetapkan sebagai hari jadi kota Ambon dengan alasan bahwa pada tahun 1575 adalah Tahun berdirinya benteng "Nossa Senhora da Anunciada". Lalu apakah benteng tersebut berdiri pada tanggal 7 September Dan pada tahun 1575.. ?.
Menurut catatan sejarah diketahui bahwa Portugis dikepung selama 5 tahun di Ternate oleh Sultan Babbullah yang dimulai pada tahun 1570-1575. Pada tahun 1575 Portugis menyerah kepada Sultan Babbullah dan mereka meninggalkan Ternate, sebagian berangkat ke Tidore dan sebagian berangkat menuju Pulau Ambon. Setelah tiba di Ambon beberapa bulan kemudian Portugis kemudian mengumpulkan masyarakat Kota Ambon untuk mencari Batu selama beberapa bulan. Dan pada tanggal 25 Maret 1576 barulah benteng Portugis dibangun yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Kapten Sancho de Vasconcelos. Ia merupakan fungsionaris terlama yang ditempatkan di Maluku untuk menjalankan tugas Portugis (1572-1591). Data tersebut ditemukan pada April 1928 berjudul (Traktat Pulau-Pulau Maluco) berkode Filip 18 ramo 2 no 46 tahun 1601 AGI. Arsip ini tersimpan di Kota Seville Spanyol (Schurhammer, 1970). Arsip ini ditemukan di Spanyol karena pada tahun 1580-1640 Portugis dan Spanyol pernah menjadi satu negara yang dikepalai oleh Raja Philips III.
Jadi hari lahir kota Ambon pada 7 September dan penetapan tahun 1575 merupakan bentuk kehilangan jejak Historis yang sebenarnya. Terkair dengan Hari lahir kota Ambon. Karena pada tahun 1575 Portugis baru menuju Pulau Ambon. Untuk membangun Benteng Nossa Senhora de Anunciada Portugis harus mengumpulkan masyarakat kota Ambon terlebih dahulu untuk mengangkat Batu dan Pasir serta Kapur dan Putih Telur untuk membangun benteng tersebut. Oleh karena itu sangat tidak logis jika Portugis langsung memerintahkan masyarakat untuk membantu Portugis membangun benteng tersebut tanpa melalui proses komunikasi yang baik terlebih dahulu dengan masyarakat di sekitar lokasi benteng tersebut. Sebab Portugis telah belajar banyak dari kesalahan mereka di Ternate yang membuat merekah diusir dari Ternate oleh Sultan Babbullah pada 1575.
Penetapan tanggal 7 September dipilih karena pada tanggal tersebut dikeluarkannya SK Gubernur Genderal Hindia Belanda pada 7 September yang mengesahkan dewan kota {gemeenteraad}. Yaitu perwakilan anggota dewan dari masyarakat kota Ambon untuk bersuara di parlemen kota Ambon dengan Belanda. Penentuan Kelahiran tersebut dilakukan oleh forum akademisi Universitas Pattimura Ambon pada tahun 1972. Yang menetapkan sejarah lahirnya kota Ambon pada 7 September 1575. Tanggal tersebut diperinggati hingga kini tanpa memahami sejarah dengan benar.
Sebuah surat Kapten Estevano Teixeira de Macedo tanggal 2 Juni 1601. Surat tersebut menjelaskan tentang tanggal dan tahun berdirinya Kota Ambon dengan sebutan 《 Cidade de Amboino 》. De Macedo adalah Kapten Nossa Senhora de Anunciada yang menjabat sebelum kapten terakhir Gaspar de Melo. Kapten Gaspar de Melo adalah Kapten terakhir yang menyerahkan benteng ini kepada Belanda tahun 1605. Dalam suratnya dia menulis bahwa benteng tersebut pertama kali diletakan batu pertama oleh Kapten Sancho de Vasconcelos pada 25 Maret 1576. Di Dataran Hunipopu. Jadi penetapan tahun 1575 merupakan cara menghapus jejak sejarah berdirinya benteng tersebut secara sistematis oleh kaum intelektual pada saat itu. Apalagi menempatkan tanggal 7 September adalah sebuah keanehan. Kenapa keanehan karena satu-satunya kota di Indonesia atau mungkin di dunia ini yang lahir pada tanggal lain dan diperingati pada tanggal lain hanyalah kota Ambon. Bahkan tahunnya juga lain. Sebelum Kota ini lahir tahunnya sudah ada terlebih dahulu. Yaitu tahun 1575 padahal benteng ini baru dibangun pada tahun 1576. Benteng ini oleh masyarakat kota Ambon pada saat itu dengan sebutan Benteng Kota Laha. Sedangkan orang Portugis menetapkan nama benteng ini dengan sebutan Benteng Nossa Senhora de Anunciada. Yang artinya Maria mendapat Kabar Kelahiran Yesus dari Malaikat Gabriel. Setelah Hitu melakukan penyerangan terhadap Portugis dan berhasil mengalahkan Portugis melalui bantuan dari Belanda maka, orang Belanda kemudian memberikan nama benteng itu dengan sebutan Victoria. Yang dalam Bahasa Belanda artinya kemenangan. Benteng ini diserahkan oleh Portugis kepada Belanda pada tahun 1605. Jadi selama ini kita memperingati Hari Lahir Kota Ambon yang tidak sesuai dengan sejarahnya. Seharusnya ulang tahun kota Ambon diperingati setiap tanggal 25 Maret sesuai peletakan bantu pertama pembangunan benteng tersebut. Bukan 7 Septenber. Dan Tahun ini seharusnya usia kota Anbon baru berusia 441 tahun. Karena benteng didirikan pada tahun 1576 bukan 1575.
Ambon, Kamis 7 September, 2017.
Penulis : Rizal Angkotasan, S.Pd
Alumni Pendidikan Sejarah. Universitas Pattimura Ambon.
Rabu, 25 Mei 2016
Asal Usul Penduduk di Pulau Ambon
Asal-usul Masyarakat Ambon
Penduduk pulau Ambon adalah para pendatang yang berasal dari berbagai suku atau daerah. Dalam kalangan masyarakat Ambon dikenal istilah ”penduduk asli”, dan ”penduduk pendatang”. Penyebutan ”asli” digunakan bagi mereka yang pertama-tama datang dan mendiami pulau Ambon, sedangkan ”pendatang” ditujukan untuk mereka yang datang kemudian. Dalam pengertian seperti ini, maka dalam cerita-cerita rakyat, asal-usul penduduk asli digambarkan sebagai manusia yang mulia.
Frank L. Cooley menyebut kaum pendatang dengan sebutan ”pendatang lama”. Untuk membedakan dengan ”pendatang baru” yang oleh pertimbangan tertentu tidak memiliki hak yang sama dengan penduduk lama, umpamanya tidak memiliki hak atas tanah, kedudukan atau pergantian kekuasaan, dan dalam batas tertentu mereka adalah ”orang-orang asing” dan tetap demikian hingga saat ini.
Pendatang baru mungkin saja bisa berasal dari wilayah yang sama dengan penduduk asli dan oleh sebab itu mereka memiliki latar belakang kesukuan dan ke-budayaan yang sama. Namun karena watak tradisional masyarakat desa, mereka tidak dianggap sebagai anggota penuh.
Bertnard Vlekke mengemukakan teori kehadiran imigran Melayu ke kepulauan nusantara yang terdiri dari dua gelombang, yaitu gelombang pertama yang disebut Proto Melayu dan gelombang kedua yang disebut Doutro Melayu. Akibat persaingan memperebutkan hegemoni atas wilayah-wilayah tertentu maka kelompok Proto Melayu merasa terdesak lalu membentuk kelompok terkecil dan terpisah di daerah pedalaman, seperti orang Gayu dan Alas di Sumatera Utara dan Toraja di Sulawesi Selatan. Bernard Vlekke, (H.M. Saleh Putuhena, 1985: 11).
Di pulau Ambon kelompok masyarakat yang terpencil dan terpisah seperti ini disebut Nuaulu atau Alifuru [3]
Ziwar Effendi mengatakan bahwa sebagian besar penduduk Kota Ambon berasal dari pulau Seram yang disebut juga sebagai Nusa Ina atau Pulau Ibu.[4] Mereka yang leluhurnya berasal dari pulau Seram kebanyakan datang dari daerah selatan bagian tengah dan barat, yaitu daerah tiga buah aliran sungai, Eti, Tala, dan Sapalewa. Sungai-sungai tersebut berhulu atau bersumber pada sebuah pohon beringin besar yang dikenal dengan sebutan Nunusaku.[5]
Menurut Valentijn, terdapat empat kelompok pendatang yang mendiami daerah tertentu di bagian utara pulau Ambon. yang kemudian memainkan peran penting sampai datangnya bangsa Eropa di Ambon. Mereka adalah kelompok Totohatu, Tanahitumeseng, Nusatapi dan Pati Tuban.[6]
Menurut Manusama, keempat kelompok masyarakat ini kemudian membangun persekutuan bersama masyarakat Alifuru (Tomu, Hunut dan Mosapal) dengan nama Uli Halawan (golden gespanschap) atau Persekutuan Emas,[7] yang sangat ditakuti oleh bangsa Eropa, terutama perserikatan dagang Belanda, VOC.
Imam Rijali[8] adalah Tokoh dan Ulama Ambon yang berasal dari Tanahitu (pulau Ambon) dan hidup antara tahun 1590-1653 dalam tulisannya berjudul Hikayat Tanahitu[9]
menguraikan kedatangan kelompok awal masyarakat Ambon dalam bebe-rapa kisah, seperti pada Alkisah II beliau menguraikan :
Alkisah peri mengatakan bangsa Jawa, maka diceritrakan oleh yang empunya cerita tatkala raja Tuban diberikan kerajaan, maka tiada bersetia dan mufakat dengan kaum keluarganya, maka suatu kaum dua bersaudara seorang Kiyai Tuli namanya dan seorang Kiyai Dau dan seorang saudaranya perempuan, Nyai Mas namanya, ia naik serta kelengkapannya membawa dirinya mencari tempat kedudukannya. Hatta dengan kehendak Tuhan yang Maha Tinggi dibawa oleh angin dan arus datang ke Tanahitu.[10]
Dari penjelasan Imam Rijali di atas dapat dipahami bahwa telah terjadi perang mahkota di kerajaan Tuban yang menyebabkan beberapa orang anggota keluarga kerajaan harus keluar dari Tuban, dan menjadikan pulau Ambon (tanahitu) sebagai tempat tinggal baru.
Selain orang Jawa, Imam Rijali dalam kisah-kisah selanjunya menjelaskan pula tiga kelompok imigran lain yang datang dari berbagai wilayah dan mendiami daerah bagian Utara pulau Ambon, membuat koloni baru dan bahkan membentuk persekutuan besar yang dalam lintasan sejarah tercatat sangat berperan melawan ekspansi orang-orang Eropa, seperti Portugis dan Belanda, selama kurang lebih tiga abad.
Keuning menyebutkan bahwa pemimpin-pemimpin imigran ini dipandang sebagai nenek moyang bagi masyarakat Ambon dan mereka diberi gelar Totohatu untuk pemimpin imigran pertama yang datang dari Selang Binaur, pesisir Tenggara pulau Seram, Tanahitumesseng untuk pemimpin imigran yang datang dari Jawa (Tuban), Nusatapi untuk pemimpin imigran yang datang dari Jailolo dan Ki Pati bagi pemimpin imigran yang datang dari Gorom, daerah Seram bagian Timur.[11]
Kehadiran orang-orang Eropa pertama dan kemudian menjadi penduduk Ambon tidak dapat dipisahkankan dari kehadiran orang-orang Portugis dan Belanda pada abad ke 16. Hasrat untuk membangun benteng Victoria atau masyarakat setempat menyebutnya dengan Kotalaha bagi pertahanan kekuasaan portugis di Kota Ambon menyebabkan mereka mendatangkan bekas budak-budak mereka yang disebut orang Mardika (Merdeka ?). Negeri asal adalah India bagian Selatan atau Keling yang berkulit lebih hitam dari masyarakat Asia Tenggara yang berkulit sawo matang.[12]
Ketika Belanda menguasai Ambon maka Belanda mengambil alih orang-orang Mardika dan menjuluki mereka sebagai de growne geuzen yang berarti perintis atau penunjuk jalan dengaan membawa panji berwarna hijau, Gelar ini diberikan oleh persekutuan dagang Belanda VOC, karena pada setiap pelayaran hongi,[13] kora-kora[14] orang-orang Mardika berada paling depan dengan panji-panji berwarna hijau, dengan tugas sebagai perintis atau penunjuk jalan. Sampai saat ini kampung yang mereka tempati secara turun-temurun masih disebut kampung Mardika.
Orang-orang Buton juga merupakan pendatang yang telah lama mendiami setiap pelosok kota atau pulau Ambon. Kebanyakan dari mereka berasal dari pulau Binongko, salah satu pulau dari pulau-pulau Tukangbesi di selatan pulau Buton dan karena itu mereka dikenal atau disebut dengan orang Binongko.
Pendatang lain yang sudah lama berada dan menjadi penduduk Ambon adalah orang-orang Bugis Makassar. Bahkan pada abad ke 17 mereka telah berada di pulau Ambon khususnya di Tanahitu, bagian Utara pulau Ambon dalam kaitannya dengan ekspedisi militer di bawah pimpinan Karaeng Jipang untuk membantu masyarakat muslim Tanahitu melawan penjajah Belanda.
Orang-orang dari Minangkabau atau Sumatera Barat yang oleh orang Ambon lebih populer dengan nama ”orang Padang” juga menjadi bagian dari penduduk Ambon. Umumnya mereka adalah pedagang atau pengusaha rumah makan yang terkenal dengan nama ”Rumah makan Padang”. Ziwar Effendi menyebutkan bahwa kebanyakan mereka berasal dari kampung di sekitar Bukit Tinggi di lereng Gunung Merapi dan Singgalang, dikenal dengan nama Sungai Puar dan Banuhampu.[15]
Penduduk lain Kota Ambon yang jumlahnya tidak terlalu banyak adalah golongan bangsa Arab dan Cina. Golongan pertama boleh jadi datang ke Ambon dan
Maluku umumnya sangat terkait dengan perdagangan dan penyiaran agama Islam, sedangkan golongan kedua dapat dipastikan erat kaitannya dengan perdagangan yang sampai sangat ini masih digelutinya.
Orang-orang yang merupakan penduduk asli sekitar pulau Ambon, seperti pulau-pulau Lease, Seram, Buru, Manipa, dan lain-lain kemudian dengan alasan masing-masing memasuki pulau dan Kota Ambon sehingga menjadi penduduk Kota Ambon, yang selanjutnya disebut pula sebagai orang Ambon.
Para imigran yang memasuki pulau Ambon sejak abad XV sampai saat ini, mengindikasikan betapa hetrogennya masyarakat Ambon, yang ternyata memiliki adat-istiadat tertentu yang terkadang tidak dapat diikuti oleh kelompok pendatang lain, menyebabkan tumbuh suburnya beraneka ragam suku dan budaya (termasuk agama) yang terkadang mudah menimbulkan pertentangan bahkan permusuhan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Frank L. Cooley , Altar and Thron in Central Moloccan Society, Alih Bahasa Tim Satya Karya, Mimbar dan Tahta, Hubungan Lembaga-Lembaga Keagamaan dan Pemerintahan di Maluku Tengah, selanjutnya disebut Mimbar dan Tahta. Cet. I, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987, h. 4.
[2]Lihat Bernard Vlekke, Nusantara A History of Indonesia, dalam H.M. Saleh Putuhena, “Penyebaran Agama Islam di Maluku”, Laporan Hasil Penelitian, selanjutnya disebut laporan, Ujungpandang, BPPM IAIN Alauddin, 1985, h. 11.
[3]Sumber-sumber tradisi lisan menuturkan, kata Alifuru berasal dari kata Arab ﺍﻞ yang berarti keluarga dan ﻓﺮﻮﻉ yang berarti cabang. Secara implikatif kata ini bermakna kelompok masyarakat yang memisahkan diri dan menyendiri. Alifuru awalnya terbagi dua kelompok, yaitu Alune yang berdiam di Desa Riring dan Wemale yang berdiam di Desa Hunitetu. Kedua desa ini terletak di pulau Seram bagian Barat.
[4]Ziwar Effendi, Hukum Adat Ambon-Lease, selanjutnya disebut Hukum Adat. Cet I, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987, h. 11.
[5]Nunusaku terdiri atas dua suku kata, yaitu nunu yang berarti beringin dan saku yang berarti pusaka. Kata yang berasal dari bahasa tanah masyarakat setempat secara implikatif berarti sebatang pohon beringin yang dianggap sakral dan sakti sehingga dihormati dan dipusakakan secara turun temurun.
[6]Lihat Valentijn dalam Manusama, Disertasi, op. cit., h. 23.
[7]Manusama, ibid.
[8]Dalam hikayat Tanahitu dirinya disebut dengan nama Rijali, Sifarijali dan Safa al-Rijali. Ia terkenal sebagai seorang penulis Islam Ambon (Maluku), dalam abad ke 17. Dilahirkan di Latin, sebuah hena atau aman yang terletak dibelakang negeri (desa) Hitulama sekarang ini.Tanggal lahirnya tidak diketahui pasti.menurut W.A. Saleky beliau hidup antara tahun 1585 – 1599, sedangkan menurut H.J. de Graaf menyatakan antara tahun 1590 – 1653. Menurut silsilah , Beliau adalah kemenakan Tepil, kapitan Hitu yang terkenal dari keturunan Perdana Jamilu. Beliau pernah menempuh pendidikan sebagai imam di Jepara.
Banyak pahlawan dan orang-orang terkenal di Ambon, Makassar dan Batavia yang dikenalnya secara baik begitu pula pejabat-pejabat VOC yang berkantor di Ambon an Batavia. Ketika benteng Kapahaha di Tanahitu jatuh ketangan Belanda beliau dan beberapa pejuang Hitu berhasil lolos daro benteng tersebut. Bahkan Rijali berhasil menyeberang ke Makassar dan tinggal dengan Karaeng Patingaloan sampai belia menulis buku Hikayat Tanahitu atas saran dan pasilitas dari Karaeng Patingaloan.
Berbagai Julukan diberikan kepadanya, mulai dari pa hlawan, pengarang, sastrawan, maupun sejarawan. Lihat M.G. Ohorella Hukum Adat Menganai Tanah dan Air di Pulau Ambon dan Sumbangannya terhadap Pembangunan Hukum Agraria Nasional (UUPA), Disertasi, Ujungpandang: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 1993, h. 61-63.
[9]Hikayat ini menguraikan peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu kurang lebih dua abad, yaitu kira-kira tahun 1450-1646 M dan ditulis di Makassar (Kerajaan Gowa) antara tahun 1646-1657 M dan terbagi dalam tiga kurun waktu:
Pertama : Tahun 1450-1512 M mulai dengan kedatangan para imigran ke Tanahitu kemudian menetap dan mengembangkan keturunan dan masyarakatnya sampai tibanya bangsa Portugis di tahun 1215 M. Periode ini tertulis di dalam 11 kisah termasuk (halaman pertama yang hilang/rusak) termuat dalam 181/2 halaman.
Kedua : Tahun 1512-1605 M. Periode Portugis, dimulai dengan kedatangan pertama orang-orang portugis berbagai peperangan antara orang Tanahitu dan orang-orang portugis hingga mereka meninggalkan Ambon pada tahun 1605 M. Peiode ini dilukiskan dalam sepuluh kisah yang termuat dalam 201/2 halaman.
Ketiga : Tahun 1605-1646 M. Periode belanda, yang dimulai dengan pengambilalihan pulau ambon oleh Van der Hagen pada tanggal 22 Februari 1605 M., hingga runtuhnya benteng Kapahaha yang merupakan benteng pertahanan terakhir orang-orang Tanahitu ke tangan Belanda pada tanggal 25 Juli 1646 yang sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan pemerintahan “Empat Perdana (Upu Hata) di Tanahitu. Periode ini sangat pendek dan tidak lebih dari 6 kisah namun uriannya panjang karena termuat dalam 68 halaman.
Manusama, Disertasi, op. cit, h. 18. Photo copy transkrip Hikayat Tanahitu kini tersimpan pada orang kayaTanahitumessing, Raja Abdullah Pelu.
[10]Lihat Imam Rijali dalam Manusama, op.cit, h. 156.
[11]J. Keuning, Ambonezzen Portugezen Ennederlanndes, Ambon’s Geschdenis tot het einde Van de Zeventiende eeuw, ahli bahasa S. Gunawan, Sejarah Ambon sampai Pada Akhir Abad ke 17, selanjutnya disebut Sejarah Ambon, Jakarta: Bhratara, 1973, h. 9.
[12]Ziwar Effendi, Hukum Adat, op. cit., h. 14.
[13]Hongi dalam bahasa daerah setempat dapat diartikan sebagai suasana kacau balau. Istilah ini kemudian digunakan oleh pasukan belanda dalam pelayaran untuk memusnahkan beribu-ribu pohon cengkeh, adayang ditebang, dibakar, ada pula yang dikuliti batangnya. Hal ini dilakukan sebagai balasan atas tindakan orang-orang Tanahitu yang hanya mau menjual hasil cengkehnya kepada pedagang-pedagang Makassar dan Jawa yang mampu memberikan harga yang tinggi. Sementara Belanda (VOC) membelinya dengan harga yang sangat rendah.
[14]Kora-kora adalah perahu tradisioanal orang-orang Tanahitu (pulau Ambon) yang biasa dipakai oleh Belanda untuk perjalanan Hongi. Setiap pelayaran Hongi terdiri atas 30 sampai 40 buah kora-kora yang mampu memuat sampai 3000 orang dengan tugas selain mengayuh kora-kora juga dipakai untuk menebang pohon-pohon cengkeh.
[15]Ziwar Effendi, Hukum Adat, op. cit., h. 24.